
Sifat Fisika Acrylamide
Ketika membiarkan di udara lembap, permukaannya cepat menarik uap air dan membentuk lapisan licin, lalu perlahan-lahan mencair sebagian. Fenomena ini menggarisbawahi afinitas tinggi gugus karbonil-amida terhadap hidrogen-bonding dengan molekul H₂O. Daya serap kelembapan tersebut mendorong produsen mengemas acrylamide teknis dalam kantong berlapis aluminium foil atau drum HDPE tertutup rapat dengan sachet desikan silika-gel agar kadar air terjaga di bawah 0,05 %.
Keseluruhan profil fisika tersebut dari higroskopisitas hingga termoreaktivitas menjadi landasan praktik penyimpanan, penanganan, dan pemrosesan fisika akrilamida. Pemahaman mendalam atas sifat titik leleh, laju polimerisasi termal, kelarutan, serta sifat kristalografi bukan sekadar akademik. Ia menentukan desain tangki ber-inert gas, kebutuhan pendingin distilasi vakum, pemilihan bahan konstruksi anti-korosi, hingga protokol keselamatan pekerja.
Pemahaman mendalam mengenai sifat fisika acrylamide untuk memahami kelarutan ekstrem. Higroskopisitas, titik leleh rendah, & kecenderungan autopolimerisasi akrilamida krusial bagi rancangan proses aman.
Titik leleh acrylamide tercatat pada 84-86 °C, Peleburan berlangsung endergonik moderat karena kisi kristal molekulnya tersusun oleh interaksi dipol C=O→H-N. Tetapi lebih terikat daripada senyawa vinil tak terpolarisasi. Begitu melewati sifat titik leleh, cairan fisika acrylamide menjadi tak berwarna dan kental sedang dengan viskositas sekitar 1,7 cP pada 90 °C. Jika memanaskan lebih jauh tanpa inhibitor, cairan tersebut mulai mempolimerisasi spontan di atas 90-95 °C.
Menandai peningkatan viskositas eksponensial dan pelepasan panas ciri khas reaksi radikal pada monomer vinil. Itulah sebabnya peralatan distilasi vakum di pabrik selalu mengaliri pendingin dan memasang sensor viskositas guna mencegah runaway. Fisika acrylamide memiliki sifat titik didih atmosferik 136 °C, namun angka ini bersifat nominal, pada tekanan 1 atm ia mulai terdekomposisi melalui reaksi polimerisasi serta hidrolisis membentuk asam akrilat dan amonia sebelum benar-benar mendidih.
Untuk mendapatkan fraksi murni, industri mensublim atau mendistilasinya di vakum tinggi (40-60 mbar) pada suhu 85-90 °C. Sifat titik didih vakum rendah ini memperkecil risiko dekomposisi dan mencegah terbentuknya kabut mikro berbahaya bagi pekerja. Tekanan uap jenuh fisika acrylamide pada 25 °C hanya 0,007 kPa, jauh di bawah batas mudah menguap. Konsekuensinya, emisi ke udara relatif kecil
Dari segi densitas, padatan fisika acrylamide tercatat 1,122 g cm⁻³ pada 25 °C. Setelah meleleh, densitas cairannya menurun menjadi sekitar 1,03 g cm⁻³ pada 90 °C, mengikuti koefisien ekspansi termal linear 5,4 × 10⁻⁴ K⁻¹. Sifat fisika densitas menengah ini memudahkan pemisahan gravitasi ketika fisika acrylamide berada dalam fase cair bercampur kontaminan organik berat. Konduktivitas termal solidnya relatif rendah (0,20 W m⁻¹ K⁻¹). Menjelaskan mengapa gumpalan padat kadang menyimpan panas reaksi polimerisasi di hati kristal.
Solubilitas acrylamide di air sangat tinggi, 2040 g L⁻¹ pada 30 °C, meningkat nyaris linier seiring suhu karena entalpi pelarutan bersihnya negatif-lemah (-6 kJ mol⁻¹). Keterlarutan ekstrem ini berasal dari kemampuan gugus amida membentuk dua ikatan hidrogen sebagai donor. Dalam pelarut organik polar aprotik seperti dimetilformamida (DMF).
Penjelasan
Pita C=O lebih rendah dari amida tersubstitusi karena konjugasi dengan alkena. Fitur inilah memudahkan pemantauan kemurnian via FT-IR inline. Pada spektroskopi NMR ¹H (D₂O, 400 MHz), proton vinylnya muncul sebagai duplet δ 5,77 ppm (J = 10,0 Hz) dan multiplet δ 6,24 ppm (cis/trans), sedangkan proton amida broad resonansi δ 7,4 ppm, sensitif terhadap pH bergeser ke bawah medan jika terjadi deprotonasi ringan.
Sifat optik kristal fisika acrylamide tergolong isotropik. Ia mengkristal dalam sistem ortorombik ruang-grup Pna2₁, dengan parameter kisi a = 9,14 Å, b = 9,55 Å, c = 7,20 Å. Jarak antar molekul menentukan oleh jaringan ikatan hidrogen interlamelar, menghasilkan sifat titik leleh tajam serta entalpi fusi 17,7 kJ mol⁻¹. Difraksi sinar X bubuk (PXRD) lazim berguna untuk mendeteksi kemurnian padatan.
Dari sudut termal, analisis DSC mengungkap dua kejadian kunci endotherm peleburan di 85 °C, eksotherm autopolimerisasi mulai 140 °C. Laju eksoterm meningkat dramatis di atas 160 °C, membebaskan 600–800 J g⁻¹. Oleh karena itu, komite NFPA menetapkan peringkat bahaya reaktivitas 2, memerlukan perlakuan pendingin.
Dalam medium air, acrylamide menunjukkan perilaku reologi newtonian hingga konsentrasi 40 % massa. Di atas itu, terdapat peningkatan viskositas eksponensial karena terbentuknya rangkaian ikatan silang hidrogen antarmolekul jangka pendek. Larutan pekat 50 % pada 25 °C bisa mencapai viskositas 170 c masih dapat mempompa tetapi memerlukan perhitungan tekanan linier untuk menghindari geser tinggi memicu polimerisasi.
Konstanta elektrik statik (ε₀) acrylamide cair pada 90 °C sebesar 47, jauh di atas etanol (25) namun di bawah formamida (110). Nilai ini menandakan kemampuannya melarutkan garam tak terlalu baik. Namun ketika melarutkan bersama air, campuran meraih ε₀ ≈ 75 memfasilitasi kondisi polimerisasi anionik tertentu. Konduktivitas listrik larutan acrylamide murni rendah (10⁻⁸ S cm⁻¹), tetapi lonjakan terjadi bila terkontaminasi ion klorida, sehingga pabrik memasang sensor konduktivitas inline sebagai indikator kebocoran air proses.
Sifat Fisika Dapat mempengaruhi Pengganaan
Setiap aplikasi acrylamide sangat menententukan oleh sifat fisika tersebut. Kelarutannya luar biasa tinggi di air lebih dari 2 kg L⁻¹ sifat fisika pada suhu kamar memungkinkan produsen menyiapkan larutan pekat mudah mempompa ke reaktor polimerisasi. Higroskopisitas padatannya membuat kristal cepat menyerap uap air lalu melebur. Karena itu acrylamide jarang menjual dalam bentuk bubuk untuk laboratorium biologi molekuler.
Kecenderungan polimerisasi spontan di atas 90 °C menuntut pendingin efektif serta inhibitor dalam penyimpanan. Rancangan ini penting bagi pabrik grout acrylamide membutuhkan viskositas serupa air sampai detik sebelum injeksi gel. Tekanan uap sangat kecil meminimalkan emisi monomer ke udara, sehingga PAM dapat memakai dalam kosmetik gel bening tanpa bau menyengat. Sebaliknya, retardansi polimerisasi termal mengamankan proses elektroforesis DNA pada 50–60 °C, di mana gel tetap jernih tanpa retikula tak terkendali.
Sifat fisika acrylamide seperti kelarutan, titik leleh, higroskopisitas. Ia bergeser sesuai sejumlah faktor eksternal. Suhu adalah penentu paling jelas, tiap kenaikan 10 °C melipatgandakan laju polimerisasi radikal, menurunkan viskositas larutan, sekaligus meningkatkan kelarutan di air hampir 5 % w/w per derajat. Pada 90 °C cairan acrylamide semula jernih cepat menebal, menandai terbentuknya rantai polimer. Kelembapan relatif memengaruhi padatan kristal karena gugus amida bersifat hidrofilik. Di udara 70 % RH massa per jam lalu mulai mencair, sedangkan di ruang ber‐desikator sifat fisika tetap rapuh dan bebas gumpal. Kemurnian juga krusial. Sebaliknya, penambahan inhibitor seperti tert-butylcatechol 10–15 ppm menstabilkan monomer, menaikkan suhu awal eksotermatis hingga >140 °C. Kadar air terlarut menggeser sifat titik leleh.
pH media turut mengubah spektrum serap sifat UV-vis dan reaktivitas. Di pH > 11, gugus amida mulai terhidrolisis ke sifat garam akrilat menghasilkan larutan lebih basa. Bentuk kristal menententukan laju pendinginan saat pembekuan mengontrol luas permukaan, kristal jarum halus yang terbentuk cepat memiliki area besar, menyerap kelembapan lebih agresif. Melalui interaksi kompleks faktor tersebut, kemasan agar sifat fisika acrylamide tetap sesuai spesifikasi aplikasi.